Jumat, 28 Januari 2011

"Ngamen Gratis", Bukan Sekedar Tulisan

Banyaknya pengamen yang lewat di lingkungan kost mahasiswa akhirnya memunculkan ide dalam pikiranku untuk membut tulisan "Ngamen Gratis" seperti di toko-toko, berharap memberi pencerahan kepada para pengamen yang tiap hari bolak-balik datang.
Padahal cuma iseng, ku cari kertas dan spidol. Setelah itu ku tulis "NGAMEN GRATIS" dan ku tempelkan di jendela dekat pintu. Namanya iseng, jadi tak pernah ku hiraukan tulisan itu malah aku pun sebetulnya sudah lupa kalau aku pernah membuat tulisan itu.
Suatu hari ketika panasnya matahari siang sedang menyengat dan aku bersama teman-temanku sedang duduk nyantai sambil ngobrol di dalam rumah yang pintunya terbuka karena panasnya udara pada waktu itu. Tiba-tiba ada seorang pengamen menggunakan gitar mendatangi rumah sebelah kostku. Mendengar suara pengamen tersebut langsung saja pintu ku tutup agar pengamen tidak datang ke kostku. Eh...emang tu pengamen gak tau diri, sudah pintunya ditutup masih aja datang. Tapi tiba-tiba saja setelah dia mau mulai memainkan gitarnya dia pergi membatalkan niatnya untuk menyanyi. Awalnya aku tak tahu mengapa dia pergi begitu saja.
Sebelum dia pergi dia sempat melihat tulisan di jendela, dan ku coba keluar dan melihat ke jendela ternyata benar. Tulisan "NGAMEN GRATIS" yang pernah ku tulis dulu itu dibaca oleh pengamen itu. Suatu hal yang tak ku sangka ternyata pengamen tersebut mungkin masih punya sopan santun dan pintar tentunya. Karena dia tahu makna dari tulisan tersebut.
Memang dari hal kecil yang tidak kita sengaja terkadang bisa menjadikan hal besar yang tak dapat kita sangka.
Sekian dan terima kasih, semoga bermanfaat. :-)

Peranan Mahasiswa dan Dosen Di Indonesia Belum Sesuai Harapan

Melihat perkembangan IPTEK di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Hal itu mungkin terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia belum tepat dan belum ada kerjasama yang sesuai dari berbagai pihak terkait.
Yang paling menentukan dan menjadi acuan bagi sebuah bangsa yakni pendidikan tingginya (perguruan tinggi). Jika dilihat dari mutu dan fasilitasnya PT di Indonesia sebetulnya tak kalah dengan PT di luar negeri. Minat  dan bakat dari mahasiswa Indonesia sebetulnya sudah ada. Tetapi mengapa perkembangannya belum bisa disejajarkan dengan negara-negara lain seperti Australia dan Singapura?
Ada banyak kendala mengapa hal tersebut bisa terjadi, diantaranya mahasiswa di Indonesia sebagian besar terlalu lama lulus. Seharusnya 4 tahun tetapi terkadang sampai 4 tahun lebih bahkan 7 tahun. Hal itu bukan saja karena mahasiswanya sendiri yang malas tetapi juga karena mereka itu dipersulit oleh dosen pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ataupun tugas akhir. Sehingga mahasiswa banyak yang putus asa dengan hal tersebut.
Di luar negeri seperti di Australia, rata-rata mahasiswa lulus hanya dalam waktu 3 tahun. Sehingga benar-benar fresh graduate yang dihasilkan.
Selain itu cara dosen PT di Indonesia dalam memberikan kuliah juga belum sesuai yang diharapkan. Aturannya dosen itu mengembangkan ilmu dan teori yang sudah ada agar dari generasi ke generasi mahasiswa semakin berkembang bukannya konstan, tetap bertahan pada teori yang sudah ada. Itulah realita yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Jika ada mahasiswa baru (junior) yang bertanya pada seniornya mengenai suatu mata kuliah, biasanya apa yang disampaikan oleh senior itu pasti akan sama persis dialami oleh junior itu nantinya. Contohnya seorang junior bertanya pada senior mengenai laporan ataupun tugas yang diberikan oleh dosen biasanya tugas tersebut sama persis dengan tahun sebelumnya sehingga junior tak mau repot-repot berpikir, "kan sudah ada copy-annya". Tradisi copy-paste di kalangan PT masih akan terus berjalan jika metode penyajian Ddosen masih saja sama.
Kemudian plagiatisme dalam dunia kuliah juga semakin menjadi tradisi. Entah itu dari mahasiswa maupun dosen. Pernah ada kasus di sebuah PTN di Indonesia, seorang doktor ketahuan memplagiat penelitian orang lain demi meraih gelar profesor, dan setelah ketahuan akhirnya gelar profesornya pun dicabut. Apakah itu cerminan pendidikan di Indonesia saat ini.
Kita berharap ada pembenahan yang signifikan dari pemerintah. Selain itu kerjasama dari berbagai pihak juga sangat dibutuhkan agar tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia sesuai pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Gara-gara Remedi

Beginilah nasib perantau. Jauh-jauh dari Pekalongan ke Solo (Surakarta) hanya untuk menuntut ilmu demi masa depan. Meskipun lelahnya bukan main, lelah pikiran dan lelah tenaga karena kuliah di Fakultas Teknik tak jadi masalah. Apapun itu demi masa depanku.
Sekitar 2 minggu yang lalu ujian akhir semester baru saja ku selesaikan. Setelah itu tinggal nunggu nilai dan praktikum Fisika Dasar.
Memang "Dasar Fisika" selalu bikin repot banyak orang. Dari Dosen yang seakan-akan bertele-tele dan terkesan mempersulit laporan praktikum hingga kelompok yang aneh karena banyak hal-hal gila yang terjadi. Semestinya hanya butuh dua kali pertemuan (baca: konsultasi) dengan Dosen tetapi berhubung banyak kesalahan kecil dalam kelompok dan memang kesewenang-wenangan Dosen di Indonesia akhirnya kepulanganku ku tunda hingga seminggu.
Setelah laporan selesai dan diacc oleh Dosen, langsung saja ku putuskan untuk pulang kampung ke Pekalongan. Ternyata kedatanganku sudah ditunggu oleh teman-temanku yang juga sudah libur lebih dulu.
E... tapi memang nasib, baru 3 hari di rumah yang seharusnya 2 minggu tiba-tiba saja setelah bangun tidur aku dapat sms dari temanku kalau hari Jumat, 28 Januari 2011 kelasku remedi Fisika dan ternyata semuanya ikut remedi. Saat itu pikiranku tak jelas dan kepala rasanya mau pecah, sangking pusingnya memikirkan hal aneh tersebut. Mengapa aneh? Jelas aneh, seharusnya nilai sudah keluar semua sejak seminggu yang lalu tetapi malah ini Fisika baru mengadakan remidi. Ku putuskan malam Jumat untuk berangkat ke Solo dengan menggunakan Bus. Temanku yang sedang liburan di Bandung pun juga mangkel dan memutuskan untuk pulang ke Solo.
Datang di Solo Shubuh dan tanpa istirahat yang cukup dan tanpa modal belajar langsung saja ku nekat berangkat ke kampus bersama temanku Arif yang juga dengan modal nekat. Ternyata remedi yang ku jalani hanya begitu saja, mudah saja. Tetapi tak tahu nilai apakah yang akan Dosen berikan? Minimal B sesuai usahaku, jauh-jauh dari Pekalongan ke Solo.
Kalau sampai tetap jelek ya mau bagaimana lagi, beliau (Pak Dosen) kan mempunyai wewenang yang nantinya akan memberikan nilai kepada para mahasiswa.

Senin, 24 Januari 2011

Hanya Rp200 Untuk Seorang Pemula

Hidup di lingkungan kampus terutama yang dekat dengan lingkungan kost mahasiswa pasti tidak pernah sepi kecuali masa liburan. Mulai dari warung "hik", fotokopi, stationery (toko ATK), tambal ban, hingga mini market pasti ramai dengan mahasiswa. Apa lagi jika malam minggu tiba, warung pinggir jalan di sekitar kampus pasti menjadi tempat kumpul para kaula muda.
Karena saya dan teman-teman yang notabene jomblo dan isi kantong juga di bawah rata-rata mahasiswa pada umumnya. Tentunya jika malam minggu tiba kami tak ada kegiatan pasti. Mau belajar dikira sok pintar, akhirnya kami pun hanya menyanyi tak jelas dengan suara "ada apanya" atau hanya nonton tv hitam, putih, hijau, biru menyesuaikan cuaca dan waktu.
Melihat keadaan semacam itu tiba-tiba muncul suatu ide kecil dan gila, "Ayo, jajal ngamen wae, ngarep kampus nganti mburi ISI mesti rame".
Awalnya kloter pertama (Mas Aji, Mas Dalhar, Mas Wawan, Mas Zaky) berangkat membawa gitarku yang katanya mirip gitar artis. Mereka mulai mengamen dari depan kampus UNS hingga masuk ke ISI Surakarta. Di tengah perjalanan mereka, aku datang menyusul bersama Fahmi  sambil membawa gitar lain. Aku diturunkan dari motor di ISI dan menunggu kloter pertama.
Dengan jaket, celana jeans, dan kaca mata sepertinya gayaku sama sekali tidak menunjukkan gaya sebagai seorang pengamen. Gayaku malah mirip Pasha Ungu yang mau tampil di panggung. Ku pikir barangkali ini bisa menjadi magnet bagi orang-orang agar mereka memberiku lebih. Haha.
Setelah kami bertemu semuanya akhirnya ku putuskan aku untuk pergi sendiri karena takutnya terlalu banyak personel malah menjadikan orang lain takut, dikira mau ngerampok. Aku pun berpisah sendirian.
Sambil membawa gitar tua ku cari warung yang agak ramai. Ku dekati warung tersebut yang di sana ada banyak cowok-cewek yang sedang makan sambil bergurau. Langsung saja ku petik senar gitar dan menyanyikan lagu andalanku yakni lagunya Yuni Shara - Ku Cari Jalan Terbaik. Baru masuk lagu belum reff, salah seorang dari mereka tiba-tiba menuju ke belakangku dan bergoyang. Padahal lagu yang ku nyanyikan adalah lagu pop mengapa dia goyang, mungkin sangking menikmati merdunya suaraku akhirnya dia terbawa hingga goyang.
Salah satu cewek langsung berkata pada cowok yang goyang tadi, "Kasih aja". "Alhamdulillah" (dalam hatiku). Akhirnya cowok yang goyang tadi merogoh kantongnya dan memberikan Rp200,00 kepadaku. "Nih Mas."
Aku pun kaget dan langsung pergi. "Halah, sudah ikut goyang kok cuma ngasih Rp200,00." Tak apa mungkin ini karena  pertama kalinya aku ngamen, lain kali mungkin bisa lebih banyak. Dan ku putuskan untuk mengakhiri petualangan malam itu dan menunggu kloter pertama selesai. Setelah bertemu langsung ku tanya dapat berapa? Ternyata mereka lebih dan lebih beruntung Rp12.500,00 sepanjang jalan tadi. Dan mereka menertawaiku yang hanya dapat Rp200,00.
Memang belum nasibku. Rp200,00 : Rp12.500,00

Jumat, 21 Januari 2011

Laporan Praktikum Fisika Dasar

Laporan Praktikum Fisika Dasar
Silakan download di sini

Semoga bermanfaat. Budayakan memberi komentar setelah Anda membaca atau download di blog ini.

Rabu, 05 Januari 2011

Irfan Bachdim, Mau Dibawa Kemana?

Minggu, 2 Januari 2011

Penampilan baik yang ditunjukkan oleh Irfan Bachdim di ajang piala AFF Suzuki Cup 2010 kemarin membuat pemain naturalisasi ini diidolakan oleh rakyat Indonesia terutama para remaja putri. Bahkan kostum Timnas yang dijual di pasaran sebagian besar bertuliskan namanya, “Irfan”. Anak-anak sekarang hamoir semua mengenal pemain ini.
Sejak berpindah ke Indonesia Irfan langsung dikontrak oleh salah satu klub ISL yakni Persema Malang. Irfan dikontrak bersama Kim Jeffrey Kurniawan yang juga pemain naturalisasi keturunan Jerman.
Adanya ketidak puasan sebagian klub LSI terhadap kinerja PSSI dalam memenej LSI akhirnya terbentuklah secara swadaya sebuah lembaga yang keluar dari jalur PSSI yang menamakan dirinya LPI (Liga Premier Indonesia). Sebagian klub telah resmi kelua dari ISL dan berpindah ke LPI tetapi sebagian lain memilih tetap bertahan di LSI. Perema Malang termasuk dalam klub yang hijrah ke LPI.
Selain dari klub pindahan ISL, LPI juga berisi klub-klub baru yang juga berdiri secara swadaya dan menolak mengikuti PSSI. Mereka merasa kecewa dengan kinerja para petinggi asosiasi sepak bola tertinggi di Indonesia itu.
Akhir Desember 2010 PSSI mengeluarkan pernyataan bahwa pemain Timnas yang bermain di LPI terancam akan dicoret namanya dari skuad Tim Merah Putih. Irfan Bachdim dan Kim Jeffrey termasuk di dalamnya. Padahal keduanya telah rela menaturalisasikan diri demi membela Tanah Air Indonesia.
Untuk Irfan Bachdim yang telah membela Timnas di ajang AFF tentunya hal ini sangat membuatnya merasa terkucilkan. Nasibnya kini tak jelas. Pihak klub akan mendenda sang pemain dengan denda sebesar dua kali biaya kontrak awal yang diajukan kepada pemain.
Apakah ini hanya sebuah konspirasi dri petinggi PSSI agar menjatuhkan nama LPI agar tetap menjadikan ISL sebagai satu-satunya liga resmi yang diakui oleh FIFA. Sampai-sampai berani mengancam pemain naturalisasi yang telah membela Timnas dan peranannya ketika di ajang AFF cukup vital hingga turut membawa Timnas ke babak final.
Rakyat pastinya akan kecewa dan bahkan mungkin mereka akan turun apabila hal itu benar terjadi. Pasalnya Irfan sekarang sedang menjadi idola baru mereka dan kebanggaan bagi para suporter setia Tim Merah Putih. Meskipun di lain sisi juga ada yang kontra dengan pemain naturalisasi karena dianggap terlalu instan.
Kita tunggu saja bagaimana kepastian nasib Irfan Bachdim dan Kim Jeffrey Kurniawan. Dan tentunya berharap yang terbaik untuk keduanya dan juga sepak bola Indonesia. Berjuanglah garudaku! Jayalah sepak bola Indonesia!

Indonesia Menang Tetapi Tidak Juara

Minggu, 2 Januari 2011

Tak banyak yang perlu dibicarakan. Timnas gagal dalam AFF tetapi berhasil menghibur rakyat Indonesia. Momen kebangkitan sepak bola Tanah Air telah terlihat. Talenta muda berbakat mulai terlihat. Semoga ini benar-benar menjadi tonggak perubahan dalam sejarah persepakbolaan Indonesia.
Majulah Garudaku! Bangkitlah Indonesiaku!

Kekalahan Indonesia dan Kecurangan Suporter Malaysia

Minggu, 26 Desember 2010

Minggu malam, 26 Desember 2010 adalah malam yang bisa dikatakan malam pilu atau malam kesedihan bagi Timnas Indonesia dan juga seluruh rakyat Indonesia yang jagoan mereka. Mereka bersedih karena di partai final leg pertama AFF Suzuki Cup 2010 Timnas dibantai habis oleh musuh bebuyutannya, tetangga sendiri, yaitu Malaysia.
Saat ini Malaysia tak hanya jadi musuh bagi Timnas di lapangan hijau saja tetapi juga musuh bagi bangsa ini, musuh secara spiritual juga psikologis bahkan secara fisik bagi bangsa ini.
Kekalahan telak 3-0 pastinya semakin membuat Malaysia menyombongkan diri kepada bangsa ini, mereka semakin menjadi-jadi, menghina, menginjak-injak martabat bangsa yang sedang sakit ini. Sakit karena baru saja tertimpa musibah bencanasecara beruntun dan juga sakit karena dihina secara terus-menerus dan terang-terangan oleh tetangga serumpun, Malaysia.
Dalam pertandingan tersebut memang benar diakui bahwa Indonesia kalah spirit dan taktik. Tetapi kekalahan tersebut tak lepas dari aksi tak terpuji dari para suporter Malaysia yang menggunakan laser berwarna hijau yang disorotkan kepada pemain Indonesia khususnya sang kiper, Markus Haris Maulana, yang sangat emosi pada waktu itu karena merasa sangat terganggu oleh adanya laser tersebut. Setelah aksi tersebut, memang terlihat para pemain Timnas Indonesia sedikit tidak tenang di lapangan. Mereka tak mampu menjaga dan mengendalikan emosi.
Tindakan tak terpuji yang dilain dari suporter tuan rumah yaitu mereka menyalakan petasan yang jelas-jelas sudah dilarang oleh pihak penyelenggara bahkan FIFA pun akan bertindak tegas terhadap hal itu.
Sepatutnya mereka mendapatkan hukuman atas hal itu dari pihak AFF. Sanksi yang tegas barang kali bisa meredam emosi para suporter dalam pertandingan berikutnya. Menurut seorang pengamat sepak bola, Joyo Wardoyo, dia berpendapat bahwa dalam partai itu memang secara fakta Malaysialah yang menang tetapi pemenang sejatinya adalah Indonesia. Karena dari situ sudah terlihat bahwa aksi tak terpuji yang dilakukan oleh suporter Malaysia menunjukkan bahwa mereka sudah takut lebih dulu dengan Indonesia. Mereka takut kalah. Mereka telah kalah secara spiritual dan psikologis dengan Timnas Indonesia dan para suporter setia Tim Merah Putih.
Dalam laga kedua yang akan digelar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) pada tanggal 29 Desember 2010 tentunya Indonesia akan berbuat lain. Tentunya sekarang mereka telah merefleksi diri apa yang menyebabkan kekalahan pada laga pertama. Pelatih Timnas, Alfred Riedl tentunya akan menyiapkan strategi yang lebih jitu agar dapat membalas kekalhan tersebut.
Peluang Timnas masih terbuka lebar asalkan mau bekerja lebih keras lagi. Suporter pun pasti akan mati-matian mendukung jagoan mereka. Minimal skor 4-0 di GBK jika ingin menjadi juara AFF untuk yang pertama kalinya.
Doa dan usaha-usaha lain tentunya juga dibutuhkan agar langkah Timnas Merah Putih untuk meraih gelar juara dan mengembalikan jati diri dan martabat bangsa yang sedang jatuh diinjak-injak oleh Malaysia ini bisa tercapai.
Jayalah Indonesiaku! Jayalah bangsaku!